Sabtu, 16 Oktober 2010

Perokok Berat, Jangan Egois.

Mantan Perokok Berat: Perokok Jangan Egois, Kasihan yang Tidak Merokok



Kamis, 14/10/2010 14:19 WIB

Jakarta - Ruang bagi para perokok semakin dibatasi dengan lahirnya Pergub DKI Jakarta No 88/2010 Tentang Kawasan Dilarang Merokok (TKDM). Agar lingkungan semakin sehat dari asap rokok, bila perlu di halte-halte bus (bukan halte bus TransJ) juga diberlakukan larangan merokok.

"Pergub aturan merokok itu kita dukung. Perokok-perokok jangan egois dong. Kalau perlu, di halte-halte bus itu jangan boleh merokok juga, kasihan orang lain yang enggak merokok," kata mantan perokok berat, Haposan Batubara, dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (14/10/2010).

Menurut dia, bagi sebagian orang merokok merupakan budaya. Merokok itu merupakan aktivitas yang tidak bisa dilarang, makanya yang bisa dilakukan adalah dengan mengatur tempat merokoknya. Selain itu, hukuman bagi yang melanggar harus benar-benar tegas dan keras agar menimbulkan efek jera.

"Merokok itu pilihan. Untuk bisa berhenti merokok itu butuh niat. Kalau nggak dicoba dari sekarang nggak akan jalan," jelas pria 50 tahun ini.

Haposan mulai mengenal rokok sejak sekitar umur 14-15 tahun. Kala itu dia masih duduk di bangku SMP. Pengaruh teman-temannya membuat dia menyukai aktivitas kebal-kebul. Awalnya dalam sehari dia hanya sanggup menghisap 1-2 batang rokok.

"Kalau anak sekolah itu merokok sesuai dengan duit yang dipunya. Tapi kalau sudah kerja ya bisa semaunya karena punya penghasilan. Sebelum berhenti merokok, saya bisa habis 2-3 bungkus rokok dalam sehari," tutur kakek dari 1 cucu ini.

Dulu Haposan sama sekali enggan mendengar nasihat dan protes dari orang-orang di sekelilingnya yang keberatan dengan kebal-kebul Haposan. Bahkan rekannya yang sakit akibat menghisap asap rokok tidak sanggup menghentikan kebiasaan merokoknya.

"Waktu masih merokok saya berpikirnya begini, belum pernah ada sejarah orang mati saat merokok. Tapi ada meninggal karena tabrakan, bahkan teman saya ada yang lagi olahraga, main golf dan tenis, malah meninggal," tutur wiraswastawan ini.

Haposan pernah merokok isi vitamin, lalu pernah juga makan permen demi berhenti merokok. Namun karena niatnya yang belum begitu kuat, upayanya pun sia-sia. Lalu dia mengikuti terapi berhenti merokok yang digagas aktivis antirokok Fuad Baradja. Sejak itulah, dia tidak lagi menghisap rokok.

"Kadang suka ingin kalau melihat orang merokok. Tapi saya nggak mau lagi. Paling sekarang kalau ingin merokok saya hanya pegang rokok lalu saya cium-ciumi saja," tambahnya.

Ketika masih menjadi perokok, Haposan mengakui dirinya begitu egois. Dia tidak peduli istrinya merasa terganggu hingga menjulukinya 'si asbak'. Dia tidak menghiraukan orang-orang yang terganggu kesehatannya akibat asap rokok yang dihisapnya.

"Kalau nggak merokok mulut terasa asem. Malahan buat saya lebih menarik merokok daripada sarapan. Istilahnya dulu itu, saya nggak merokok cuma kalau lagi tidur saja," imbuh pria yang akrab dengan nikotin selama 35 tahun ini.

Setelah berhenti merokok, dia merasa lebih sehat dari sebelumnya. Saat masih jadi perokok dia selalu tersengal-sengal saat jalan kaki mengelilingi Senayan sebanyak 2-3 kali. Namun kini, setelah 6 bulan jauh dari rokok dia sanggup mengelilingi senayan 5-6 putaran.

Pergub Nomor 88/2010 merupakan pengganti dari Pergub Nomor 75/2005 Tentang Kawasan Dilarang Merokok (TKDM). Menurut Gubernur DKI Fauzi Bowo, dengan pemberlakuan Pergub tersebut maka setiap pengelola atau penanggung jawab gedung wajib untuk membongkar seluruh sarana bagi perokok yang sebelumnya telah dibangun. Menurutnya, penyediaan ruang khusus rokok dinilai tidak lagi efektif menekan aktivitas merokok bagi warga.

Fauzi menyatakan, berdasarkan hasil pengukuran kadar PM 2.5 dan nikotin di 34 gedung di Jakarta pada Agustus 2009, TKM di dalam gedung tidak efektif melindungi warga dari bahaya asap rokok orang lain. Untuk tahap awal, implementasi dari Pergub hasil revisi tersebut akan diberlakukan di seluruh kantor instansi pemerintahan di jajaran Pemprov DKI. Saat ini sebanyak 40 Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) telah berkomitmen untuk menutup seluruh TKM yang sebelumnya telah ada.

Jika perokok berkeinginan untuk merokok, maka mereka harus keluar gedung. Bentuk tempat merokok di luar gedung ini tidak ditentukan apakah merupakan ruangan tersendiri atau hanya ruang terbuka.

Pergub itu sudah diteken 6 Mei dan disosialisasikan hingga diluncurkan pada Rabu 13 Oktober. Pada 1 November, aparat Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta akan merazia gedung-gedung perkantoran dan pusat belanja apakah sudah menjalankan pergub itu. Bagi pengelola gedung yang masih memiliki ruang khusus merokok, akan mendapat sanksi berupa teguran dan publikasi ke media massa. Saksi terberat adalah pencabutan izin usaha.

Tidak ada komentar: