Kamis, 14 Oktober 2010

PBNU Tak Terlibat "Penggulingan" SBY

Said Aqil Siraj:
PBNU Tak Terlibat "Penggulingan" SBY
Jumat, 15 Oktober 2010 | 13:21 WIB

JAKARTA,— Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan, tidak terlibat dalam rencana aksi "penggulingan" pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono pada 20 Oktober.

Ketua Umum PBNU Said Agil Siraj seusai diterima Wakil Presiden Boediono di Jakarta, Jumat (15/10/2010), mengatakan, ruangan di lantai 8 Kantor PBNU memang disewakan untuk menggelar rapar-rapat.

"Ruangan di lantai delapan itu memang disewakan. Itu tidak terkait dengan PBNU. Kalaupun kami tahu rapatnya soal itu, kami akan larang," kata Said.

Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf menegaskan, PBNU menolak aksi inkonstitusional "menggulingkan " pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.

"Namun, Presiden juga harus mendengar suara rakyat yang tidak puas," ujarnya.

Slamet menambahkan, Presiden harus berani menerima kritik dari masyarakat. "Apabila Presiden tidak melakukan tindakan melanggar hukum, kami tidak setuju dengan gerakan-gerakan penjatuhan seperti itu," kata Slamet menegaskan.

Menurut Slamet, jika penggulingan dipaksakan, hanya ada dua cara, yakni revolusi dan kudeta. "Namun, kedua cara itu hanya akan merugikan rakyat banyak. Elite tidak terlalu merasakan," tuturnya.

Sebelumnya, sejumlah tokoh nasional bertemu di kantor PP Muhammadiyah, menilai isu rencana penggulingan itu merupakan sebuah tindakan kontra-produktif dan merugikan rakyat.

Politisi Partai Demokrat Ferry Julianto mengatakan, ide menjatuhkan Presiden sekarang akan kontraproduktif dan hanya akan merugikan rakyat kebanyakan pada akhirnya.

Ferry mengakui, saat ini semua merasakan kesulitan, khususnya rakyat. Semuanya pasti ingin membantu kesulitan rakyat itu, termasuk pemerintah yang terus berusaha sebaik mungkin dalam menjalankan tugasnya, walau di sana sini banyak kekurangan dan kelemahan.

"Tapi, itu bukan soal konstitusional dan tidak bisa loncat menjadi penjatuhan Presiden. Kekurangan itu sebaiknya kita selesaikan secara bertanggung jawab sesuai dengan sistem yang sudah kita perjuangkan bersama rakyat juga, yakni sistem demokrasi. Alangkah sempit pikiran kita apabila kita mengorbankan sesuatu yang sudah kita perjuangkan dengan pengorbanan yang besar dibandingkan dengan sesuatu kekurangan yang seyogianya bisa kita carikan pemecahannya secara lebih efektif," kata Ferry yang juga sempat dipenjara terkait demonstrasi penolakan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak pada era pemerintahan SBY-JK itu.

Ferry berharap, apa yang menjadi kritik para tokoh nasional itu ditanggapi bijak juga oleh pemerintah.

Namun, para tokoh masyarakat dan nasional, serta kelompok yang kritis pun diharapkan lebih realistis dan tetap selalu mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan yang lainnya.

Tidak ada komentar: